About Me

Sejarah Peta di Blitar Angkat Senjata Melawan Jepang | Perang Melawan Sang Tirani

Sejarah Peta di Blitar Angkat Senjata Melawan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang penderitaan rakyat sangat berat. Tidak ada sedikit pun dari pemerintah pendudukan Jepang yang memikirkan kehidupan rakyat yang diperintahnya.Yang ada pada benak Jepang adalah memenangkan perang dan upaya mempertahankan Indonesia dari serangan Sekutu. Namun, justru rakyat yang dikorbankan. Rakyat menjadi semakin menderita. Penderitaan demi penderitaan ini mulai terlintas di benak Supriyadi seorang Shodanco Peta. Tumbuhlah semangat dan kesadaran nasional, sehingga timbul rencana untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang.

Sebagai komandan Peta, Supriyadi cukup memahami bagaimana penderitaan rakyat akibat penindasan yang dilakukan Jepang. Masalah pengumpulan hasil padi, pengerahan romusa, semua dilakukan secara paksa dengan tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, sungguh kekejaman yang luar biasa. Hal semacam ini juga dirasakan Supriyadi dan kawan-kawannya di lingkungan Peta. Mereka kerap menyaksikan sikap congkak dan sombong dari para syidokan yang melatih mereka.

Para pelatih Jepang sering merendahkan para prajurit bumiputra. Hal ini menambah rasa sakit hati sekaligus rasa benci pasukan Supriyadi terhadap pemerintahan Jepang di Indonesia. Penderitaan rakyat itulah yang menimbulkan rencana para anggota Peta di Blitar untuk melancarkan perlawanan terhadap pendudukan Jepang. Rencana perlawanan itu tampaknya sudah bulat tinggal menunggu waktu yang tepat. Dalam perlawanan Peta tersebut, direncanakan akan melibatkan rakyat dan beberapa kesatuan lain.

Apa pun yang terjadi, Supriyadi dengan teman-temannya sudah bertekad bulat untuk melancarkan serangan terhadap pihak Jepang. Pada tanggal 29 Februari 1945 dini hari, Supriyadi dengan teman-temannya mulai bergerak. Mereka melepaskan tembakan mortir, senapan mesin, dan granat dari daidan, lalu keluar dengan bersenjata lengkap. Setelah pihak Jepang mengetahui adanya gerakan penyerbuan itu, mereka segera mendatangkan pasukan yang semuanya orang Jepang.

Pasukan Jepang juga dipersenjatai dengan beberapa tank dan pesawat udara. Mereka segera menghalau para anggota Peta yang mencoba melakukan perlawanan. Tentara Jepang mulai menguasai keadaan dan seluruh kota Blitar mulai dapat dikuasai. Pimpinan tentara Jepang kemudian menyerukan kepada segenap anggota Peta yang melakukan serangan, agar segera kembali ke induk kesatuan masing-masing.

Beberapa kesatuan mulai memenuhi perintah pimpinan tentara Jepang itu. Akan tetapi mereka yang kembali ke induk pasukannya memenuhi panggilan justru ditangkapi, ditahan, dan disiksa oleh polisi Jepang. Selanjutnya diserukan kepada anak buah Supriyadi agar menyerah dan kembali ke induk pasukannya. Kurang lebih setengah dari batalion Supriyadi memenuhi panggilan tersebut. Namun, pasukan yang lain tidak ingin kembali dan tetap setia melakukan perlawanan Peta yang dipimpin oleh Supriyadi. Mereka yang tetap melakukan perlawanan itu antara lain peleton pimpinan Shodanco, Supriyadi, dan Muradi. Mereka membuat pertahanan di lereng Gunung Kawi dan Distrik Pare.

Untuk menghadapi perlawanan Peta di bawah pimpinan Supriyadi, Jepang mengerahkan semua pasukannya dan mulai memblokir serta mengepung pertahanan pasukan Peta tersebut. Namun, pasukan Supriyadi tetap bertahan. Mengingat semangat, tekad, dan keuletan pasukan Supriyadi dan Muradi tersebut, maka Jepang mulai menggunakan tipu muslihat. Komandan pasukan Jepang Kolonel Katagiri berpura-pura menyerah kepada pasukan Muradi. Kolonel Katagiri kemudian bertukar pikiran dengan anggota pasukan Peta dengan lemah lembut, penuh kesantunan, sehingga hati para pemuda yang telah memuncak panas itu bisa membalik menjadi dingin kembali.

Kolonel Katagiri berhasil mengadakan persetujuan dengan mereka. Para pemuda Peta yang melancarkan serangan bersedia kembali ke daidan beserta senjata-senjatanya. Katagiri menjanjikan, bahwa segala sesuatu akan dianggap soal interen daidan, dan akan diurus oleh Daidanco Surakhmad. Mereka akan diterima kembali dan tidak akan dibawa ke depan pengadilan militer. Dengan hasil kesepakatan itu, maka pada suatu hari kira-kira pukul delapan malam Shodanco Muradi tiba bersama pasukannya kembali ke daidan.

Di sini sudah berderet barisan para perwira di bawah pimpinan Daidanco Surahmad. Sejenak kemudian Shodanco Muradi maju, lapor kepada Daidanco Surakhmad, bahwa pasukannya telah kembali. Mereka juga menyatakan menyesal atas perbuatan melawan Jepang dan berjanji untuk setia kepada kesatuannya. Mereka tidak menyadari bahwa telah masuk perangkap, karena dari tempat-tempat yang gelap pasukan Jepang telah mengepung mereka. Mereka kemudian dilucuti senjatanya dan ditawan, diangkut ke Markas Kempetai Blitar. Ternyata Muradi yang sudah menyerah tetap diadili dan dijatuhi hukuman mati.

Posting Komentar

0 Komentar